Thursday, March 26, 2015

Bentuk-Bentuk Kerja Sama dan Perjanjian Indonesia dengan Negara-Negara Lain

Bentuk-Bentuk Kera Sama dan Perjanjian Indonesia dengan Negara-Negara Lain
Kerja sama internasional sangat diperlukan oleh bangsa-bangsa di dunia untuk menciptakan ketertiban dunia dan kemakmuran dalam negeri masing-masing negara di dunia. Namun setiap negara mempunyai latar belakang kehidupan kenegaraannya masing-masing yang akan menentukan tujuan dan kepentingan nasional masing-masing negara. Perbedaan dalam kepentingan nasional itu akan menentukan pula kepada sikap setiap negara terhadap perjanjian dan kerja sama internasional. Dalam kerja sama internasional yang dilaksanakan secara multilateral belum tentu Indonesia mendukung semuanya, karena narus sejalan dengan UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Kemajuan teknologi telah memengaruhi perkembangan ekonomi internasional. Indonesia telah berperan _serta dalam berbagai forum internasionai di bidang ekonomi yaitu baik dalam hubungan bilateral, regional, maupun multilateral. indonesia bekerja sama dan aktif dalam berbagai organisasi intemasional, antara lain sebagai berikut.
1. Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tarrif and Trade/GATT) yang telah disepakati berkembang menjadi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade OrganizationNVTO).

2. Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB (United Nations Conference on trade and Development/UNCTAD).

3. Kerja sama ASEAN (Association of South East Asian Nations).

4. Kerja sama lnternasional lainnya seperti APEC (Asia Pacirik Economic Cooperation) atau kerja sama Ekonomi Asia Pasitik, OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries) atau Organisasi Pengekspor Minyak, dan ICO (International Coffee Organization) atau Organisasi Kopi lnternasional.

5. Aktif dalam pasukan perdamaian PBB.

6. Aktif dalam bantuan kemanusiaan bagi bangsa Iain yang terkena musibah.

Dalam kerja sama ekonomi antarnegara ASEAN, Konferensi Tingkat Tinggi IV ASEAN tahun 1992  menyepakati untuk Iebih mengintegrasikan ekonomi ASEAN yang dijabarkan dalam bentuk perjanjian dan dalam rangka meningkatkan kerja sama ASEAN. Upaya integrasi tersebut dimulai dengan kesepakatan untuk secara bertahap menerapkan tarif prefensial seragam (Common Effective Prefential Tariff Scheme/CEPTS) yang diarahkan pada pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN (ASEAN free Trade Area/AFTA) dalam waktu Iebih kurang 15 tahun atau dapat dipercepat, dan pada bulan Januari 2003 AFTA sudah mulai diberlakukan. Hal tersebut menunjukan betapa pentingnya menjalin hubungan kerja sama antarbangsa dalam rangka mengikuti perkembangan dan kemajuan ekonomi dunia. Bangsa Indonesia dalam melakukan kerja sama dan perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan dan hidup rakyat banyak harus dengan persetujuan Iembaga pervvakilan rakyat. Dalam menentukan kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarakat serta hajat hidup rakyat banyak DPR sebagai Lembaga Pen/vakilan Rakyat tidak boleh di tinggalkan. Apabila kebijakan tersebut tidak  melalui persetujuan DPR, Lembaga tersebut dapat menanyakan kepada pemerintah untuk diminta  pertanggungjawabannya. Praktik ratifikasi di Indonesia didasarkan pada landasan juridis konstitusional UUD 1945 Pasal 11 Ayat (1), (2), dan (3). Suatu perjanjian membutuhkan persetujuan»Dewan Perwakilan Rakyat apabila hal-hal yang dibahas dalam perjanjian itu bersifat penting, namun apabila perjanjian mengandung materi Iain maka hanya cukup diberitahukan kepada Dewan Pen/vakilan Rakyat saja. Praktik tersebut biasa dilakukan di Indonesia dan disebut sebagai sistem campuran. Sistem ini dibuat untuk perjanjian, seperti treaties atau agreement tertentu. Berikut ini disebutkan beberapa contohnya.
1. Persetujuan Indonesia-Belanda tentang penyerahan Irian Barat (sekarang Irian Jaya) yang ditandatangani di New York (15f Januari 1962), disebut Agreement. Namun, karena materi yang diatur dalam agreement tersebut adalah penting maka dianggap sama dengan treaty.  Konsekuensinya, Presiden merneriukan persetujuan DPR dalam bentuk “pernyataan pendapat”.

2. Perjanjian antara Indonesia-Australia tentang garis batas wilayah antara Indonesia dengan Papua New Guinea yang ditandatangani di Jakarta, 12 Februari 1973 dalam bentuk agreement. Tetapi, karena materi yang diatur dalam agreement penting maka pengesahannya membutuhkan persetujuan DPR dan dituangkan ke dalam bentuk undang-undang yaitu UU No. 6 tahun 1973.

3. Persetujuan garis batas Iandas kontinen antara Indonesia dan Singapura tentang Selat Singapura (25 Mei 1973). Dalam persetujuan tersebut sebenamya materi persetujuan cukup penting, tetapi dalam pengesahannya tidak meminta persetujuan DPR melainkan dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden.

No comments:

Post a Comment